Kamis, 03 Mei 2012

das Sollen vs das Sein

seharusnya...
tidak ada satu makul apa pun yang diulang
ternyata....
ada beberapa makul yang harus diulang dan itu hanya makul semester genap
seharusnya...
semua nilai yang tercantum dalam khs itu A dan B
ternyata...
ada nilai C,D, bahkan E di khs
seharusnya....
selama kuliah paling tidak pernah dapat beasiswa atau hibah penelitian
ternyata...
makul begitu berat tidak sempat memikirkan di luar makul
seharusnya...
kuliah dan organisasi saling melengkapi
ternyata...
sangat asyik bertemu teman-teman organisasi tanpa harus memikirkan kuliah
seharusnya...
kalo mau lulus ya setidaknya meninggalkan hasil tugas akhir yang sempurna
ternyata...
nyari judul sulit, ngajuin berulang kali revisi berulangkali
seharusnya....
setidaknya skripsi dikerjakan 6 bulan itu cukup
ternyata...
cari responden sulit, analisis data mumet, lebih dari 6 bulan
seharusnya....
ipk akhir paling tidak lebih dari 3,5
ternyata...
ipk akhir gak sampe 3,5
seharusnya....
lulus tepat waktu
ternyata....
molor beberapa bulan

seharusnya begini ternyata begitu seharusnya begitu ternyata begini seharusnya bagus ternyata jelek seharusnya bisa ternyata ndak bisa....

SEHARUSNYA vs TERNYATA
kita cenderung mengkaitkan SEHARUSNYA dengan hal yang kita nilai positif dan TERNYATA dengan hal negatif yang terlanjur terjadi
yang akhirnya memunculkan yang namanya MASALAH/PROBLEM, karena adanya gap antara SEHARUSNYA dan TERNYATA, gap semakin besar, maka masalah juga terasa makin berat, jika hal ini sudah terjadi maka yang dapat kita lakukan adalah meringankan masalah dengan memperkecil gap. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil gap, dimulai dengan meningkatkan "nilaimu". Ibaratnya "duniaku tak akan hancur hanya karena aku tak mendapatkan yang kumau, masih banyak jalan, dan masih banyak harapan"



dia

dalam diam dia merasa aneh dalam kesunyian yang sudah sering dia rasakan
berkecamuk bersamaan mengeluarkan alunan degup keras dalam tubuh mungilnya
segala bentuk simpul bertemali-mali dalam kepala yang sudah ia garuk seratus kalinya
mengalir keras panasnya keringat pada badan kurus nan legam rentan
tak berhenti dan ia terus berjalan

suara itu menderu keras menjadi satu dengan teriakannya yang tertekan
menyaringkan apa saja yang ia hafal meski terdengar sedikit memaksa
melantunkan semua nyanyian demi ia yang menunggunya di sana
mengharapkan bisa membeli satu dua hal yang menyenangkan
tak menoleh dan ia terus bertahan

menenteng genjreng dan ketabuh di pundak kanan
mengintip rejeki di bawah panas terik sang surya
berpacu dalam padatnya jalan raya
berusaha tegar dalam tekanan
tak gentar dan itulah dia